Deputi Kelembagaan Kementerian Pariwisata RI, Prof Dr Armansyah menegaskan, untuk membangun negara kedepan harus mengandalkan pada kekayaan lain yang dimiliki melalui pariwisata. Karena sumber daya alam (SDA) semakin lama semakin berkurang. Indonesia memiliki wisata alam, wisata budaya, dan wisata buatan manusia.
Krisis ekonomi global menimbulkan dua sikap dan cara pandang bagi manusia. Ada manusia yang memiliki pola pikir negatif dan pesimis, memandang bahwa krisis adalah sebuah malapetaka; namun ada manusia yang memiliki sikap dan pola pikir positif dan optimis, memandang krisis sebagai sebuah tantangan dan peluang, agar manusia mau dan mampu menggunakan pengetahuannya untuk mencari solusi dengan menghasilkan kreatifitas dan inovasi untuk keluar dari krisis. Nasib sebuah negara, ditentukan oleh kualifikasi masyarakat/penduduknya. Sebuah negara akan mampu keluar dari krisis dengan inovasi-inovasinya, jika masyarakat/ penduduk negara tersebut memiliki kualitas ilmu/keterampilan yang baik serta sikap dan pola pikir positif dan optimis. Di era pengetahuan saat ini, potensi sumber daya alam yang dimiliki sebuah negara tidak menjamin keberhasilan dalam menumbuhkan dan mengembangkan ekonominya secara berkelanjutan. Fakta menunjukan bahwa negara-negara yang mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan, memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk menumbuhkembangkan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Finlandia dan Korea Selatan merupakan contoh dua negara yang berhasil mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan, sehingga pertumbuhan kinerja perekonomian mereka cukup signifikan, khususnya jika dibandingkan dengan negara-negara yang menggunakan ekonomi berbasis sumber daya alam, seperti Indonesia. Pada awal 1990-an, Finlandia juga mengalami krisis ekonomi seperti negara-negara lain, namun mereka mampu belajar dengan cepat untuk memperbaiki kelemahan dan kesalahan kebijakan masa lalunya. Finlandia awalnya mirip Indonesia, termasuk negara yang menjalankan kebijakan ekonomi berbasis sumber daya alam, namun kemudian berhasil berubah menjadi negara yang menjalankan ekonomi berbasis pengetahuan. Nokia adalah perusahaan swasta yang mampu menjadi motor penggerak proses transisi negara Finlandia dari kebijakan ekonomi berbasis sumber daya alam menjadi negara dengan kebijakan ekonomi berbasis pengetahuan. Nokia yang semula memiliki bisnis utama dalam industri kayu dan pulp, kemudian mampu berubah haluan menjadi perusahaan dengan menumbuhkembangkan bisnisnya berbasis telekomunikasi (pengetahuan). Contoh lain, Korea Selatan adalah negara dengan sumber daya alam yang miskin, dimana pada tahun 1960-an, Korea Selatan memiliki GDP yang sedikit dibawah GDP Indonesia. Untuk membangun ekonominya, Korea Selatan menerapkan strategi pengembangan ekonomi lima tahunan, mirip seperti Repelita di Indonesia.
Pada tahun 1997-1998, Korea Selatan juga mengalami krisis ekonomi seperti di Indonesia, dan mampu menggunakan krisis ini sebagai tonggak untuk berubah, sehingga sejak tahun 2000-an, mereka mulai fokus dengan menggunakan kebijakan pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan. Sebenarnya apa itu kebijakan ekonomi berbasis pengetahuan? Jann Hidajat Tjakraatmadja, Presiden KMSI (Knowledge Management Society Indonesia) menyatakan bahwa sebuah negara menerapkan ekonomi berbasis pengetahuan apabila negara terebut menumbuhkembangkan ekonominya dengan menggunakan pengetahuan sebagai modal utama. Pengetahuan sebagai aset yang tidak berwujud (intangible asset), memiliki sifat sebagai sumber daya yang tidak terbatas dan terbarukan dan bisa dikembangkan; berbeda dengan sumber daya alam yang memiliki sifat terbatas serta banyak yang tidak bisa diperbaharui (non renewable). Negara yang menjalankan kebijakan ekonomi berbasis pengetahuan, mengandalkan pada masyarakat/penduduk yang berkualitas sebagai Modal Pembangunannya.